BeritaBalap.com-Judul diatas mengacu pada data klasemen terakhir kelas seeded atau expert (OP1) para pembalap Honda dalam 2 tahun terakhir (2021-2022). Alhasil, valid adanya.
BACA (JUGA) : Fix ! Aldiaz Aqsal Ismaya Setia Di Tim PARD 2023, Nilai Kontrak ?
Jangan takut dikritik jika itu fakta alias kenyataan ! Dua fungsi Jurnalistik yang sebenarnya itu tidak hanya to inform atau menyampaikan informasi saja, juga social controlling dengan kritik konstruktif berdasarkan data. Ini penting untuk evaluasi dan kedepan lebih baik. Paham ya !
Musim 2022 ini justru pasukan seeded Honda lebih buruk dibanding 2021 dimana petarung GTR150 yang terbaik ada di peringkat ke-18 saja dari total 31 starter yang terlibat.
BACA (JUGA) : Tim ART Jogja Berburu Serius Seeded Baru 2023, Awas Kehabisan Stok Berkualitas
Jadi urutan juara nasional hingga ke-17 itu adalah penunggang Yamaha MX King 150 yang digarap Om Hawadis HDS Racing, kemudian Gendut GDT Racing, Leon Racetech, M-Tech Jogja, Bima Aditya The Strokes55, Yogi MBKW2 Jogja, Kate Motor Maboer dan lain-lain. So, secara kuantitas memang hampir mekanik papan atas menggunakan basic MX King.
Sampai dengan berita ini diturunkan Jumat (2 Desember) belum ada kabar pembalap yang selama ini berada di barisan depan direkrut oleh tim Astra Motor Racing Team Yogyakarta (ART Jogja) yang memang menjadi ujung-tombak Honda di pentas balap nasional. Mungkin masih berproses.
BACA (JUGA) : Ibnu Sambodo Sangat Setuju AM Fadly Balap SS600 Bersama Tim Yamaha Indonesia (ARRC 2023) ?
Memang sempat diisukan melirik Aldiaz Aqsal Ismaya, runner-up Op1 Kejurnas OnePrix 2022 tetapi kemudian petarung asal NTB itu memilih bertahan di tim PARD Casytha Manahadap yang diback-up mekanik Gendut GDT Racing. Infonya dengan kontrak 250 juta per-tahun, start-money per-event dan bonus jika meraih podium.
Pertanyaan klasik dan kritis, sebetulnya apa akar masalah Honda dalam konteks balap nasional di level seeded yang memang bebas dalam hal memodifikasi mesin ? Apakah soal keterbatasan spare-part hingga tim privateer tidak tertarik untuk merisetnya ? Apakah belum beroleh pembalap yang berkualitas ? Apakah mesinnya yang memang belum kompetitif karena memang secara best-time ada kenaikan signifikan dari data sebelum pendemi Covid-19 ?
Itu yang harus dicari akar masalahnya. Namun input penulis, langkah awal adalah mencari pembalap muda yang terbukti oke diatas motor bebek. Jangan oke diatas motorsport ya ! Itu tidak menjadi jaminan dan butuh proses adaptasi lagi.
Artinya, dengan pembalap berkualitas tersebut, maka bisa dijadikan parameter atau alat ukur ataupun juga pembanding. Penulis bukan membela mekanik Mlethiz MBKW2 Jogja yang mengawal tim ART Jogja, tetapi itu langkah yang lebih cepat dan realistis. Konsekuensinya butuh dana relatif besar karena tawaran tim-tim pabrikan Yamaha ataupun privateer pengguna Yamaha relatif lebih lumayan.
“Selain bicara mesin dan pembalap, kalau saya analisa, problem paling penting adalah membuat nyaman pembalap dalam hitungan puluhan lap. Jangan hanya 1,2,3 lap saja timenya bagus. Jadi ini berhubungan pada set-up sasis atau body dan suspensi yang belum optimal. Oh ya, jangan disamakan set up motor pemula, rookie ataupun beginner dengan seeded. Itu berbeda, “ucap Leon Chandra dari Racetech Jakarta dalam suatu kesempatan diskusi.
Namun memang kendala penting lain yang dihadapi adalah, fenomena para racer tanah air yang memiliki trend untuk dapat ikut ngamen atau balapan di club-event (diluar balap nasional) yang memang didominasi motor-motor Yamaha, utamanya mesin 2 tak seperti F1ZR, 125Z ataupun RX King Superpro.
Maklum saja, duitnya gede karena start-money per-event ataupun per-motor, bahkan bisa mengalahkan kontrak yang diberikan. Mekanik Gendut GDT Racing pernah bercerita untuk start-money AM Fadly itu di balap 2 tak, sekira 10 juta per-motor. Bisa dibayangkan jika dalam setahun main minimal 10-15 event. Belum lagi hadiah yang diterima. BB1
Klasemen Expert (OP1) :