BeritaBalap.com- Ada yang unik dalam gelaran Asia Auto Gymkhana 2019 ini, meski formatnya kompetisi ternyata ada aturan yang mengharuskan pemakaian mobil harus seragam atau sama dan itu merupakan mobil yang disediakan oleh promotor tuan rumah. Dalam konteks ini AAGC 2019 memakai Toyota Agya yang di Indonesia merupakan mobil Low Cost Green Car (LCGC) dengan kapasitas mesin 1200 dalam 3 silinder. Dengan bobot yang ringan karena sarat akan kandungan lokalnya, mobil ini ternyata menjadi kendala dari tim negara lain dalam menjinakannya.
Modifikasi dari Toyota Agya pada kompetisi ini hanyalah pada tuas handbrake yang diupgrade menjadi hidrolis. Untuk itu ada dua kaliper rem pada roda belakangnya. “Untuk mobil kami tidak terkendala dengan penggerak depan karena kompetisi di negara kami juga gunakan front wheel drive untuk Auto Gymkhana. Hanya saja kami belum cukup waktu beradaptasi dengan sistem pengeremannya yang ternyata terlalu responsif dengan modifikasi tadi. Hasilnya, mobil ini terlalu ringan saat bermanuver di pattern, jadi kami sering oversteer dan pembalap Indonesia saya lihat hampir semua memiliki skill bagus untuk taklukan mobil ini,” bilang Sahil Khanna pembalap asal India yang menjadi satu-satunya pembalap tamu yang lolos ke babak 4 besar di kelas Solo Knockout. Yang perlu di ingat adalah di kelas Solo Knockout ini juara satu hingga tiga semua diborong oleh pembalap Indonesia!
Senada dengan Sahil, Voravudh Phanumat pembalap senior dari Thailand yang menjadi runner up di kelas Double Knockout dan Team Knockout juga mengakui kendala yang sama. Yakni di mobil wajib yang digunakan di AAGC 2019 seri 1 yang digelar di sirkuit Mandala Krida Yogyakarta 13 Juli lalu. “Tak ada masalah apapun kecuali mobil, meski balap digelar malam pun saya tak terkendala, cuaca juga bagus, pattern juga standard kejuaraan Asia Gymkhana, hanya saja mobil yang digunakan terlalu kecil dan ringan, saat kita lakukan hard breaking body mobil terlalu limbung, tapi saya akui kehebatan pembalap Indonesia yang bisa taklukan mobil ini,” ungkap Voravudh Phanumat. “Kalo di Thailand kami biasa gunakan Suzuki Swift, meski sama-sama small car tapi Swift lebih besar dikit dan lebih stabil untuk manuver,” imbuhnya.
Jika mengacu pada mobil, memang seharusnya pembalap dari Filipina lebih bisa mengimbangi Indonesia karena Toyota Agya yang asli rakitan Indonesia ini juga diekspor ke negara lain dan salah satu negara partisipan AAGC 2019 yang mengimpor Toyota Agya adalah Filipina yang disana memakai nama Toyota Wigo. Namun alih-alih memberikan perlawanan kepada Indonesia, tim Filipina dengan pembalap Milo Rivera, Ernesto Moreno, dan Gabie Desales hanya dapat raih posisi ketiga di kelas Team Knockout.
Kemudian selain diuntungkan dengan mobil wajib yang jelas para pembalap Indonesia sudah sangat mengenalnya, keuntungan Indonesia lainnya adalah di kuota pembalap yang lebih banyak. “Ada 9 pembalap Indonesia disini, 3 adalah yang secara official menjadi perwakilan Indonesia di AAGC 2019 all series dan 6 merupakan pembalap wildcard, jadi ada 3 tim dari Indonesia. Meski demikian, ada aturan dimana di kelas Team Knockout dan Double Knockout Indonesia harus memilih salah satu dari tiga team tersebut, jadi di dua kelas tidak akan terjadi All Indonesian Final” jelas Vito Siagian selaku Clerk of the Course (COC) atau kalo di Indonesia disebut pimpinan lomba.
“Berbeda dengan kelas Solo Knockout, di kelas ini Indonesia diberi jatah maksimal 3 pembalap teratas saja dari hasil kualifikasi. Jadi, jika 3 pembalap tersebut bisa masuk ke babak 4 besar knockout maka tak heran jika pembalap Indonesia berpeluang besar sapu bersih juara satu hingga tiga di kelas Solo Knockout,” tutup Vito Siagian yang juga biasa menjadi pimpinan lomba di kejurnas Auto Gymkhana ini. dnar